SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI KUA BEBER CIREBON .....

Rabu, 02 Februari 2011

Memilih Jodoh Menetapkan Pendamping Hidup

Oleh : Maskum, S.Ag. MA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

- Hadirin para tamu undangan yang saya hormati,
- Bapk-bapak tokoh masyarakat yang saya hormati,
- Para ‘alim ulama yang di mulyakan Alah,
- Saudara mempelai yang berbahagia.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, Allah Maha Pengasih yang tak pilih kasih, maha penyayang tapi sering kita lupakan. Atas karunia serta ridlo-Nya pada hari ini kita semua dapat ber-muwajahah dalam suasana penuh dengan suka cita dan rasa bahagia, dimana pada hari ini kita semua berkumpul untuk bersama-sama menyaksikan sebuah upacara yang sakral yakni akad nikah, dua insan yang akan mengikatkan diri dalam ikatan yang kokoh yang dibut dengan “mitsaqan ghalidho” dalam bentuk perkawinan.
Shalawat beserta salam semoga tetap atas junjungan kita Nabiyuna Muhammad Rasul Allah SAW. Yang di utus Allah untuk menuntun kita semua ke jalan keselamatan, kesejahtraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan kelak di alam akhirat.
Saat ini kita semua berkumpul dengan sama-sama membawa suasana hati penuh dengan rasa suka cita, dan haru bersatu menjadi satu, menyaksikan dua insan yang penuh cinta kasih mewujudkan ‘azam´ mereka dalam bentuk pernikahan / perkawinan. Semoga saja pernikahan kedua mempelai ini mendapat limpahan kasih sayang Allah dan Rasulnya, dilapangkan rizkinya serta dijauhkan bala’nya.
Hadirin yang dirahmati Allah, pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin menyampaikan beberapa hal seputar perkawinan terutama berkaitan dengan kehati-hatian kita dalam memilih jodoh dan menetapkan pendamping hidup.
Hadirin dan saudara mempelai yang berbahagia.
Allah menciptakan manusia dari diri yang satu kemudian Allah menciptakan istri sebagai pasangan hidup dan dari pasangan hidup inilah kemudian Allah menjadikannya berkembang biak, bukan saja bersuku-suku akan tetapi Allah bahkan menjadikannya berbangsa-bangsa dan kemudian Allah memerintahkannya untuk saling mengenal “ta’aruf”.
Dalam QS. Al-Hujurat, 49: 13. Allah SWT berfirman ;
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. QS. Al-Hujurat ayat 13).

Dengan saling mengenal ini kemudian Allah mempertemukan kita semua masing-masing dengan jodohnya. Allah menciptakan semua yang ada di alam ini dengan memiliki pasangan-pasangan, ada siang ada malam, ada yang kaya ada yang miskin, ada sakit ada sehat, ada daratan ada juga lautan, ada laki-laki juga ada perempuan ada kebaikan ada pula kejahatan Kesemuanya ini adalah merupakan sunatullah.
Dalam hal memilih jodoh (baik laki-laki yang mencari calon istri, maupun perempuan yang mencari calon suami) ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, hal ini berkaitan dengan kehati-hatian kita dalam menentukan pilhan pendamping hidup, sebab nikah bukanlah sekedar menyelesaikan upacara seremonial dengan ucapan ijab dan qabul, akan tetapi jauh didalamnya ada konsekwensi logis yang harus kita pikul, baik kapasitas kita sebagai suami maupun sebagai istri.
Mencari jodoh memang gampang-gampang susah, untuk itu waspadalah sebelum kita menetapkan pilihan kita, sebab jodoh kita sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dimana kita berada (pergaulan hidup). Seorang ahlul masajid tidak akan menemukan jodoh dengan ahlul diskotik. Sebab orang yang rajin ke masjid tidak akan suka dengan pola hidup orang yang biasa ke diskotik begitu juga sebaliknya, maka mereka tidak akan berjodoh karena perbedaan prinsip hidup.
Perhatikan saja oran-orang disekeliling kita seorang karyawan biasanya ketemu jodonya dengan karyawan lagi, mahasiswa yang kuliah biasanya berjodoh dengan teman se-kampus-nya atau adik kelasnya atau paling tidak sesama mahasiswa meskipun beda kampus, orang yang doyan ke dugem biasanya ketemu jodonya juga sesama pehobi dugem.
Gambaran ini memang bukan satu hal yang bersifat mutlak akan tetapi pada umumnya yang terjadi adalah seperti ini. Untuk itu berhati-hatilah dalam bergaul ada pepatah mengatakan “bergaul dengan tukang minyak wangi akan terbawa wangi, dan bergaul dengan tukang terasi akan bau terasi”.
Apalagi dalam menetapkan jodoh kita harus ekstra hati-hati sebab kahidupan rumah tangga yang akan kita bangun ini bukan untuk coba-coba sifatnya, bahkan kalau bisa perkawinan ini bersifat permanen. Kehati-hatian kita dalam menetapkan pilihan teman hidup akan menghantarkan kita dalam kehidupan yang bahagia ataupun sengsara baik di dunia maupun akhirat kelak, sebab kita semua yakin bahwa ada kehidupan lain dikemudian hari.
Kiranya patut diperhatikan hadits Nabi Muhammad SAW di bawah ini ;
“Perempuan itu dikawini karena empat perkara; karena cantiknya atau karena keturunannya, atau karena hartanya atau karena Agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama, agar selamatlah dirimu”. HR Bukhari dan Muslim.
Hadis diatas mengingatkan kita semua untuk berhati-hati dalam memilih jodoh. Jangan terpukau karena kecantikannya semata atau keturunannya semata atau karena hartanya semata tetapi yang utama adalah agamanya.
Memang kebanyakan laki-laki menyenangi perempuan yang cantik dan menarik, berharta, berkedudukan, bernasab tinggi atau kakek nenek moyangnya terpandang tanpa memperhatikan lagi keluhuran akhlaknya dan baik buruknya pendidikan agamanya. Sehingga perkawinan hanya menghasilkan kepahitan dan berahir dengan malapetaka dan kerugian.
Berkaitan dengan masalah ini Rasul Allah saw pernah mengingatkan dengan sabdanya :
Artinya “Jauhilah olehmu si cantik yang beracun!” Lalu seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah si cantik yang beracun itu” ?Jawabnya : “perempuan yang cantik tetapi dalam lingkungan yang jahat. HR.Daruquthni.

Karena itu, Islam menganjurkan agar memilih istri atau suami yang shalih, yang dimaksud shalih disini adalah hidup mematuhi Agama dengan baik, bersikap dan berbudi pekerti yang luhur, memperhatikan hak-hak pasangannya, memelihara anak-anaknya dengan baik.
Untuk mempertegas peringatannya, Nabi pernah bersabda bahwa “sesungguhnya perempuan tak berhidung lagi budek, tetapi beragama adalah lebih baik baginya (daripada yang lainnya), (HR. Abd bin Hamid dalam sanadnya ada Abdur Rahman bin jiyad al-afriqy, seorang rawi yang lemah).
Tujuan peringatan ini dimaksudkan agar dalam perkawinan, tujuan utamanya janganlah mencari kepentingan-kepentingan duniawi semata-mata yang tidak dapat berbuah baik dan berguna bagi pelakunya. Akan tetapi yang wajib diperhatikan terlebih dahulu adalah persyaratan keagamaanya, karena dengan Agama itulah akal dan jiwa akan dapat terpimpin. Baru sesudah itu bolehlah diperhatikan sifat-sifat yang memang secara fitrah disenangi dan disukai oleh manusia.
Nabi memberikan gambaran perempuan yang ideal dimata suaminya dengan sabdanya :
Artinya : “perempuan yang terbaik yaitu bila kau lihat menyenangkan, bila kau perintah mematuhinya, bila kau beri janji diterimanya dengan baik, dan bila kau pergi, dirinya dan hartamu dijaganya dengan baik” (HR. Nasa’i dll, shahih)
Hadirin yang berbahagia, mudah-mudahan kita semua mendapatkan jodoh sesuai dengan keinginan hati kita dan tentunya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Rasul kita. Mudah-mudahan pula rumah tangga kita senantiasa berada dalam suasana Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Kita doakan pula agar pengantin yang akan mengarungi bahtra rumah tangga ini senantiasa rukun selalu. amin….
Marilah kita akhiri khutbah ini denga bersama-sama membaca Istigfar dan dua kalimah Syahadat, kita memohon ampun kepada Allah atas segala kekhilafan kita, baik yang disengaja maupun yang tak disengaja, baik yang terasa maupun yang tak tarasa. Kita Pertegas kesaksian kita bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mempersaksikan bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah. Qullu Jami’an…..
- Istigfar 3 X
- Syahadat 3 X.
Akhirul kalam Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Introsveksi Diri Memahami Kekurangan Pasangan

Oleh ; Maskum S.Ag.MA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

- Hadirin para tamu undangan yang saya hormati,
- Bapak-bapak tokoh masyarakat yang saya hormati,
- Para ‘alim ulama yang di mulyakan Alah,
- Saudara mempelai yang berbahagia.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, Tuhan Maha Pengasih yang tak pilih kasih, maha penyayang sepanjang zaman, Atas karunia serta ridlonya pada hari ini kita semua dapat ber-muwajahah dalam suasana penuh dengan suka cita rasa bahagia, dimana pada hari ini kita semua berkumpul untuk bersama-sama menyaksikan sebuah upacara yang sakral, dua insan yang akan mengikatkan diri dalam ikatan yang kokoh yang dibut dengan “mitsaqan ghalidho” dalam bentuk perkawinan.
Shalawat beserta salam semoga tetap atas junjungan kita Nabiyuna Muhammad Rasul Allah SAW. Yang di utus Allah untuk menuntun kita semua ke jalan keselamatan, kesejahtran dan kebahagiaan hidup di dunia dan kelak di alam akhirat.
Saat ini kita semua berkumpul dengan sama-sama membawa suasana hati penuh dengan rasa suka cita, dan haru bersatu menjadi satu, menyaksikan dua insan yang penuh cinta kasih mewujudkan ‘azam´ mereka dalam bentuk pernikahan / perkawinan. Semoga saja pernikahan kedua mempelai ini mendapat limpahan kasih sayang Allah dan Rasulnya.
Saat ini kita semua berkumpul berbahagia menyaksikan tanda-tanda ke- Maha Besar-an, ke-Agungan dan kekuasaan Allah SWT. Yang telah menetapkan jodoh hambanya. Allah SWT dalam al-Qur’an surat ar-Rum 21 berfirman :
   Artinya : ”Dan diantara tanda tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya; dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (ar-rum : 21). Dalam ayat lain QS. An-Nisa ayat 1 Allah berfirman ;  
 
Artinya : “Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhan kamu, yang telah menjadikan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan dari (diri itu) akan istrinya, dan dia kembang biakan daripada keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya satu sama lain dan berhubungan bersilaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (Qs. An-Nisa : 1).

Berdasarkan kedua ayat tadi (disamping ayat-ayat lain) ditegakanlah panji-panji hubungan insaniyyah melalui perkawinan dalam Islam yang diatur sedemikian rupa, dan dengan perkawinan itu didirikan  rumah tangga dan dibangun keluarga serta kekeluargaan berdasarkan nilai-nilai Islam dengan dipenuhinya syarat rukun Nikah menurut ajaran dan norma-norma Islam.
Ayat diatas menjelaskan bahwa hakekatnya seluruh manusia itu kejadiannya adalah satu ‘minnafsiwahidah’. Dari yang satu itu itulah dijadikan istri untuk pasangan hidup, kemudian Allah mengaturnya dengan perkawinan sehingga tercapai ketenangan ‘sakinah’.
Setelah mendapatkan nikmat ketenangan ‘sakinah’ Allah menyambungnya lagi dengan kenikmatan berupa mawaddah dan rahmah atau  disebut dengan cinta dan kasih sayang. Mawaddah ( rasa cinta) merupakan kulit luar hiasan duniawi, rasa cinta ini sangat menonjol sebelum perkawinan, kebulatan cinta sepasang kekasih lebih bulat dari cincin yang melingkar di jari manis anda berdua seperti yang anda pakai sekrang ini..
Ketahuilah bahwa kebulatan rasa cinta itu akan semakin bulat setelah anda memasuki perkawinan, dengan perkawinan itu pula Allah menambahkan nikmatnya untuk kita berupa rasa kasih sayang ‘rahmah’, namum ketahuilah bahwa bulatnya cinta dan kasih sayang itu akan menjadi ganda, yaitu dengan bulatnya tanggung jawab sebagai seorang suami dan tanggung jawab sebagai seorang istri. Karena itu Rasul Allah pernah bersabda “ Aqad nikah itu ringan di ucapkan tetapi berat dalam timbangan”.
Sebagian besar diantara kita sebelum menikah yang terbayang dalam pikiran kita adalah bahwa dengan menikah kita akan memperoleh yang indah, manis, menyejukan, menyenangkan, sangat menawan penuh dengan bunga-bunga cinta dan penuh dengan kebahagiaan.
Hal ini tidak salah, ada benarnya. Akantetapi ketika perjalanan dalam mengarungi bahtera rumah tangga berjalan kian hari bertambah bulan berganti taun, dimana pergaulan suami istri semakin terbuka, hilangnya tabir yang menyelimuti dan semakin tampaknya karakter asli dari masing-masing pasangannya, maka mulai sat itulah dimulainya suatu proses adaptasi yang cukup berat bahkan tidak sedikit yang berahir dengan tragis (perceraian), tidak sedikit pula diantara kita yang hanya mampu bertahan seumur jagung.
Problematika kehidupan rumah tangga akan semakin terasa ketika himpitan kehidupan semakin keras mendera kita, coba kita bayangkan ketika anak sakit, susu habis, beras habis dan uang gak punya, ditambah tabiat pasangan yang tidak mau mengerti dengan situasi yang ada dalam rumah tangga, ditambah muncul orang ketiga atau keempat dan masalah-masalah lainya, maka semakin kompleks-lah masalah rumah tangga yang kita hadapi.
Dalam kondisi yang sulit semacam itu, yang harus kita sadari adalah ;

-          Sadari bahwa suami kita bukanlah malaikat dari langit yang penuh dengan kesempurnan.
-          Sadri bahwa istri jiga bukan bidadari yang turun dari surga yang penuh dengan gemerlap keindahan.
-          Kita adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan, salah dan lupa
-          Perkecil hal-hal yang menjurus dan atau berakibat terjadinya perselisihan
-          Kuatkanlah Iman dan taqwa serta kepasrahan diri setelah berusaha
-          Pupuk rasa Mahabah dan rahmah, maka insya Allah sakinah

Yang terpenting yang harus kita jaga ketika berada dalm konflik rumah tangga adalah kehati-hatian seorang suami dalam berucap dengan kata-kata yang mengakibat kan putusnya perkawinan, yaitu kata-kata at-Thalak (cerai).
Kata Talak menurut fiqh bisa jatuh dengan bahasa sidiran ‘qinayah’ apalagi dengan kat-kata yang tegas ‘Sharih’ bahkan sebagian imam mazhab berpendapat meskipun kata-kata itu diucapkan dengan motif nakut-nakutin istri.
Untuk itu hati-hatilah hususnya kepada para suami jangan bercanda-canda dengan kata talak sebab itu memiliki dampak hukum yakni putusnya/rusaknya perkawinan, meskipun dalam kondisi tertentu seseorang boleh melakukan itu, tapi ketahuilah bahwa “perceraian/Talak Adalah  sebuah perbuatan yang halal tetapi dimurkai Allah”. hadits Nabi menyatakan ;
Hadirin sekalian yang dirahmati Allah, ingin rasanya lebih panjang lebar berbicara berkaitan dengan masalah seputar perkawinan ini, akan tetapi mengingat keterbatasan waktu yang disediakan panitia, maka dengan ucapan permohonan maaf, kita akhiri khutbah nikah singkat ini dengan bersama-sama mengucapkan istigfar memohon ampun kepada Allah SWT. dan membaca Syahadat mempertegas kesaksian kita bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Bersaksi Bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah. Mari kita bersama-sama membaca ;
- Ucapan Istigfar 3 X
- Ucapan Syahadat 3 X.

Akhirul Kalam, Wassalamu’alakum Wr. Wb.

Selasa, 01 Februari 2011

MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI JANTUNG KEHIDUPAN

 Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA

Para ulama banyak memberikan perumpamaan kedudukan masjid disuatu kampung bagaikan jantung di dalam tubuh manusia. Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada yang keberadaannya paling vital dan berfungsi  terus menerus selama manusia itu hidup. Semua organ tubuh dalam satu hari ada istirahanya kecuali jantung. Dia mulai berdetak 24 jam sehari sejak seseorang berusia 4 bulan di dalam rahim ibunya, tidak berhenti sekejap pun sampai dia meninggal.  Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke  dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru ditambah nutrisi dan zat-zat penting lainnya yang bersumber dari makanan dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh .
            Saking pentingnya, banyak ahli medis sepakat bahwa kesehatan seseorang dapat dideteksi dari kesehatan jantung dan darah yang dipompakannya. Jika jantung mengalami gangguan baik itu karena mengalami mal fungsi Jantung (heart failure) ataupun karena adanya penyumbatan pembuluh darah koroner (atherosclerosis) maka darah tidak akan lancar mengalir didalam tubuh. Sehingga akibatnya adalah tubuh akan kekurangan oksigen dan zat-zat nutrisi yang sangat dibutuhkannya. Banyak penyakit yang timbul dari implikasi ini, seperti myocard impact, darah tinggi, sampai stroke. Begitupun darah yang tidak seimbang kandungan zatnya, seperti kebanyakan kadar gula akan menyebabkan diabetes mellitus, kekurangan zat besi menyebabkan darah rendah dan lain sebagainya. Bahkan menurut NCEP ATP III (National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Program) Amerika Serikat menyebutkan bahwa penyakit yang timbul dari gangguan jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia melebihi kanker.
            Islam pun berpandangan demikian, sampai-sampai Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah QALBU (jantung)”. (diriwayatkan dari Abu Nu’aym).
Begitu pula jika kita menganalogikan bahwa kampung itu sebagai tubuh, masjid sebagai jantungnya dan penduduknya bagaikan darah yang mengalir, maka keberadaan masjid menjadi sangat vital. Masjid merupakan suatu tempat yang berfungsi sebagai sarana penyucian diri dan pembekalan hikmah (nutrisi) bagi orang-orang yang senantiasa  memakmurkannya. Rasulullah bersabda, "Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri" (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdillah).
            Bagaikan jantung yang menjadi pangkal beredarnya darah segar dan mengembalikan darah kotor, fungsi masjid juga seharusnya menjadi  pangkal  tempat Muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh. Kita bisa melihat sejarah di zaman Rasulullah SAW., bahwa Rasulullah senantiasa mengawali aktifitas hariannya dari masjid, diawali dengan tahajjud, I'tikaf, tadarrus, sholat berjamaah, dan lain sebagainya dan setelah itu kembali lagi ke masjid. Terlebih dari itu, Rasulullah juga memfungsikan masjid untuk tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa serta pusat penerangan atau pembelaan agama, sehingga jelas para sahabat selalu bersilkulasi mengalir dari dan ke masjid, sehingga masjid senantiasa "berdegup" 24 jam sehari, 7 hari seminggu tiada henti.
            Seringkali para sahabat datang ke masjid membawa berbagai permasalahan kemudian di masjid "disegarkan" oleh Rasulullah SAW. dengan taushiyah yang berlandaskan wahyu, sehingga keluar dari masjid membawa penyegaran yang kemudian disebarkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang sedang ada di "organ-organ" kampung yang lainnya. Mirip darah kotor yang datang ke jantung kemudian di jantung disegarkan dan disisipi oksigen dan nutrisi yang kemudian diedarkan ke organ-organ tubuh yang lainnya.
            Begitupun sebaliknya, sebagaimana jantung yang bermasalah yang berimplikasi kepada berbagai penyakit yang mematikan. Masjid juga demikian, jika detak masjid hanya 5 kali atau 2 kali sehari atau bahkan hanya seminggu sekali atau penduduk kampung (yang berfungsi sebagai darah) tersendat datang ke masjid tentunya akan berimplikasi timbulnya penyakit-penyakit di kampung tersebut. Banyaknya pencurian, pembunuhan, KDRT, percekcokan antar tetangga, kejahatan di pasar, korupsi di kantor-kantor, nepotisme dan lain sebagianya, bisa jadi timbul diawali karena tidak berfungsinya masjid seperti seharusnya dan orang-orang sudah tidak mau bersilkulasi mengalir dari dan ke masjid.
            Karenanya, untuk meminimalisir kerusakan dan penyakit-penyakit tersebut, marilah kita fungsikan masjid bagaikan jantung yang ada pada tubuh kita, dengan membuatnya dapat berdegup 24 jam sehari. Kemudian kita juga fungsikan diri kita bagaikan darah yang senantiasa mengalir dari dan ke masjid, dengan melakukan berbagai aktifitas yang bermanfaat seperti sholat berjamaah, tadarrus Al Quran, menghadiri majelis ta'lim, bahtsul masail, i'tikaf dan lain sebagainya, yang setelah mendapat "penyegaran" dari masjid kita sebarkan ke organ-organ kampung yang lain seperti rumah, pasar, kantor dan lainnya sebagai tawashau bil haq wa tawashau bish shobr. Tentunya jika Masjid sehat, kampung pun akan menjadi sehat. Insya Allah.

MEWUJUDKAN PERNIKAHAN YANG ISLAMI


Penulis: Redaksi Asy-Syariah

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memaknakan dalam haditsnya, menikah adalah menyempurnakan setengah dari agamanya. Ungkapan ini menegaskan betapa pernikahan menduduki posisi yang mulia dalam Islam. Ia bukan sekadar lembaga untuk menghalalkan “aktivitas ranjang”. Namun lebih dari itu. Menikah merupakan babak baru dari seorang individu muslim menjadi sebentuk keluarga di mana ia akan menegakkan syariat agama ini bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga terhadap pasangan hidupnya, anak-anaknya, dst.

Nilai kemuliaan atau kesakralan pernikahan dalam Islam juga tecermin dari “prosesi” pendahuluan yang juga beradab. Islam hanya mengenal proses ta’aruf. Bukan praktik iseng atau coba-coba layaknya pacaran. Namun dilambari niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala diringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niatan-niatan duniawi seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau sekadar pelarian dari “patah hati”.

Islam juga mengatur proses walimah atau resepsi pernikahan yang menonjolkan nuansa kesederhanaan dengan diliputi tuntunan syariat. Bukan mengukuhi adat, tidak pula kental dengan tradisi Barat. Walimah dalam Islam, bukanlah hajatan yang sarat gengsi sehingga menuntut sahibul hajat untuk menyelenggarakan di luar kemampuannya.

Walimah nikah juga tidaklah dimaknai sebagai acara jual beli yang memperhitungkan untung rugi atau minimalnya “balik modal”, sebagaimana hal ini tecermin dalam budaya amplop. Sehingga yang diundang tidak dibedakan antara yang “beramplop tebal”, “tipis”, atau bahkan yang “tidak beramplop sama sekali”. Alhasil, tidak berlaku kaidah “yang penting bukan orangnya yang datang (untuk mendoakan), namun amplopnya.” Bahkan sebagaimana disitir dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut makanan dari walimatul ‘urs yang hanya mengundang orang-orang kaya sebagai sejelek-jelek makanan.

Lebih-lebih jika itu semua dibumbui acara-acara yang tidak memiliki makna secara Islam seperti (dalam adat Jawa) siraman, ngerik, midodareni, jual dawet, panggih, balang suruh, nginjak telur, dan sebagainya. Atau yang sok kebarat-baratan (baca: latah) dengan standing party (pesta berdiri), tukar cincin, lempar bunga, berciuman di depan tamu undangan, dansa, atau yang sekadar menyuguhkan “hiburan” berupa musik (organ tunggal).

Namun demikian, soal kemungkaran dalam proses menikah ini tidak hanya terjadi dalam dunia awam. Di kalangan aktivis atau pergerakan Islam juga tak sepi dari kemungkaran. Dalam niat, tak sedikit dari mereka yang meniatkan menikah karena ingin lari dari ”masa lalu”, semata menghindari orangtua yang dianggap jauh dari nilai- nilai Islam, dan sebagainya. Dalam tataran praktik ada yang mengawali proses nikah dengan pacaran ”Islami”, saling tukar foto, biro jodoh ”Islami”, hingga menikah tanpa wali.

Sebaliknya, ada pula kelompok sempalan Islam yang justru mengajarkan untuk hidup membujang atau selibat sebagaimana ini telah dilakoni para pastor, frater, bruder, suster, biksu/biksuni, biarawan/biarawati, rahib, dan sejenisnya. Itulah salah satu inti ajaran Sufi. Membiaklah dari gaya hidup menyimpang ala “rohaniwan-rohaniwan” ini, beragam kelainan seperti homoseks, pedofilia, incest (hubungan seks sedarah), dan lainnya.

Tak kalah “kacau balau”, adalah apa yang menjadi amalan ibadahnya orang-orang Syiah Rafidhah, yakni nikah mut’ah. Model pernikahan yang umum disebut dengan kawin kontrak ini praktiknya justru menjadi pintu perzinaan yang dikemas legal. Tak heran, jika ada orang-orang yang diulamakan atau ditokohkan tertangkap basah melakukan perzinaan, alasan nikah mut’ah kerap mengemuka.

Begitulah ketika fitrah agama ini dilanggar. Perzinaan semakin subur, perilaku seksual menyimpang kian meluas, dan kerusakan masyarakat pun menjadi bom waktu. Maka sudah masanya bagi kita untuk menghidupkan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala, mewujudkan pernikahan Islami di tengah masyarakat kita!

LEBIH BAIK NIKAH RESMI

Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA *)

“Mending Nikah Resmi Bae Jeh !!!”, Mungkin kata itu yang akan saya kirim lewat SMS seandainya saya tahu nomor handphonenya Lamsijan. Membaca kegalauan hati Lamsijan yang mempunyai hasrat yang mulia untuk mempersunting siti Markonah yang pernah dimuat diharian tercinta ini beberapa edisi yang lalu, membuat terketuk hati untuk ikut nimbrung ngobrol  walaupun hanya sekedar sharing memberikan gambaran kepada Lamsijan dengan harapan dapat meringankan ‘beban pikiran’nya. Kegalauan hati Lamsijan setelah membaca pesan singkat dari Dul Kempot yang menyarankannya untuk melakukan nikah siri cukup beralasan, karena pelaku nikah siri sekarang ini bisa dipidanakan alias bisa mendapat hukuman penjara dan atau denda uang yang tidak sedikit. Walaupun ada sedikit ketidaksetujuan dengan usul dari Dul Kempot tersebut yang memberikan kesan bahwa nikah siri itu sebagai satu-satunya  alternatif dari kekurangmampuan Lamsijan dari sisi finansial. 
Saat ini Pernikahan siri merupakan topik yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh sebagian besar masyarakat kita. Hampir disetiap pertemuan baik itu tahlilan, marhabanan, arisan atau ketika sekedar kumpul-kumpul dihalaman rumah, pernikahan siri menjadi topik yang jarang terlupakan, tentu saja dengan pro dan kontranya sesuai dengan kadar pengetahuan dan pemahaman masing-masing. Tidak terkecuali Lamsijan yang sampai menanyakan kepada Pak Guru mang Bukori yang memberitahu Lamsijan bahwa pelaku pernikahan siri itu bisa dibui 6 bulan dan di denda jutaan rupiah. Hal yang sangat ditakutkan tidak hanya oleh Lamsijan tetapi juga oleh kita semua.
Sebagaimana yang kita ketahui yang dimaksud dengan nikah siri yang sedang banyak dibicarakan saat ini adalah nikah siri yang cenderung bermakna administratif. Kata nikah siri sendiri berasal dari bahasa Arab al-Nikah al-Sirru artinya nikah yang dilakukan secara rahasia atau secara sembunyi-sembunyi. Yang pada tatanan praktisnya kata nikah siri menjadi idiom yang dimaknakan pernikahan yang tidak tercatat di Lembaga Pencatatan Pernikahan dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil yang akibatnya pengantin tidak memiliki akta nikah.  Di dalam fiqh memang tidak dikenal istilah nikah siri, yang ada adalah nikah yang sah dan nikah yang batal atau tidak sah, tergantung dari terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun pernikahan. Jadi walaupun pernikahannya dilakukan –dengan saksi -- para kyai, jika terdaftar di KUA maka pernikahan tersebut bukanlah pernikahan siri, tapi sebaliknya jika ada pernikahan yang disaksikan oleh Pejabat tinggi negara sekalipun jika tidak tercatat atau tidak didaftarkan di KUA bisa dikategorikan nikah siri.
Lalu apa sih untung dan ruginya nikah siri ? kenapa orang banyak melakukan nikah siri ? Ketika bicara tentang untung ruginya nikah siri mungkin akan lebih terlihat jelas ketika menggunakan sudut pandang hukum positif atau tatanan aturan negara, sesuai dengan definisi tadi yang cenderung bersifat administratif. Secara administratif orang yang nikah siri tidak akan mendapatkan akta nikah. Jelas ketika seseorang yang berkeluarga tetapi tidak memiliki akta nikah berarti pernikahannya belum diakui oleh negara, kerugiannya akan dirasakan tidak hanya oleh orang yang bersangkutan akan tetapi juga keturunannya kelak. Bayangkan andai saja Lamsijan jadi nikah siri, dia tidak akan dapat memperpanjang KTP, karena syarat membuat KTP harus adanya surat nikah. Jika Lamsijan tidak mempunyai KTP, maka dia tidak dapat membuat SIM, PASPOR, Kartu Kredit dan lain semisalnya. Lamsijan juga tidak dapat membuat Akta Kelahiran anaknya, karena syaratnya harus ada surat nikah. Dan masih banyak lagi kerugian-kerugian lain yang akan dirasakannya. Sehingga jelas pengakuan pernikahan yang tercatat di KUA akan memberikan keuntungan yang tidak hanya dirasakan oleh pelaku sendiri akan tetapi mungkin sampai “tujuh turunan”nya.
Lalu kenapa banyak orang melakukan nikah siri ? kenapa orang yang nota bene memiliki pengetahuan agama yang lebih banyak melakukan nikah siri ? banyak faktor yang menyebabkan orang melakukan hal demikian. Yang jelas kita mungkin tidak setuju atas usul dari Dul Kempot yang memberi kesan bahwa satu-satunya alasan nikah siri adalah karena biaya pencatatan nikah yang sangat mahal dan suudzonnya Lamsijan kepada para petugas atau para pemuka agama didaerahnya yang dianggap olehnya lebih memahami agama.
Memang benar ketika Lamsijan mempunyai keinginan untuk menikah ia bertanya ke sana ke sini agar tahu bagaimana dan apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan olehnya. Akan tetapi ketika Lamsijan bertanya mengenai biaya pernikahan yang jawabannya ratusan ribu rupiah, harus dipertegas lagi. Apakah yang dipertanyakan oleh Lamsijan itu “biaya pernikahan” atau biaya pencatatan nikah ? Sebab tentunya berbeda sekali biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencatatkan pelaksanaan pernikahan di KUA. Biaya yang harus dikeluarkan untuk pernikahan bisa jadi tidak cukup dengan ratusan ribu rupiah saja, bahkan seringkali kita mendengar jika selebriti atau orang-orang kaya menghabiskan biaya pernikahannya sampai miliaran rupiah seperti pernikahannya Ardi dan Nia Ramadani. Sedangkan biaya pencatatan nikah berdasarkan PP No. 47 Tahun 2004 adalah tiga puluh ribu rupiah seperti yang dikatakan pak Kuwu.
Yang kedua yang perlu dipertegas lagi adalah Lamsijan bertanyanya kepada siapa? Petugas KUA atau “petugas-petugasan” ? atau jangan-jangan Lamsijan bertanya kepada petugas instansi lain yang tidak tahu tentang masalah pernikahan. Maklumlah seperti kita ketahui bersama bahwa saat ini hampir di setiap instansi masih saja ada “makelar-makelar “ kasus yang berkeliaran. Coba kalau  saja Lamsijan datang  ke KUA bertemu dengan pak Naib dan membicarakan masalahnya, tentu jawabannya akan lain. Memang jika Lamsijan akan melaksanakan pernikahan di rumahnya, pada hari libur dan ingin enaknya (tahu beres) atau dengan alasan tidak ada waktu karena harus mempersiapkan walimatul ‘ursy sehingga menitipkan segala prosedur administrasi pencatatan pernikahan kepada orang lain, tentunya sebagai orang timur Lamsijan harus mempertimbangkan transportasi dan akomodasi serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan oleh orang tersebut dalam pengurusan prosedur dan persyaratannya. Apalagi tempat tinggal Lamsijan yang jauh baik dari kantor kelurahan, kecamatan ataupun KUA.
Akan tetapi jika Lamsijan sudah memenuhi semua prosedur dan persyaratan pendaftaran pernikahan seperti mengisi formulir pendaftaran di KUA, membawa Surat Keterangan untuk Nikah dan surat keterangan lain (Surat model N1 - N7) dari Kantor Desa/Kelurahan setempat, membawa bukti  imunisasi TT bagi calon mempelai Wanita dan pelaksanaan pernikahannya dilakukan di KUA pada hari kerja, mungkin Lamsijan bakal mendapatkan Akta Nikah yang berlaku seumur hidup dan bermanfaat bagi seluruh keluarga serta maslahat dunia akhirat dengan biaya yang jauh lebih rendah dari pembuatan KTP & KK, SIM atau PASPOR yang berlaku hanya 5 tahun dan harus diperpanjang. Bahkan bisa jadi Lamsijan tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis, jika Lamsijan mampu menunjukkan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari Desa dan atau Kecamatan setempat.  Substansinya adalah bahwa pernikahan itu adalah ibadah maka tidak ada pembebanan dalam ibadah apalagi mempersulitnya.
Sehingga alangkah tidak adilnya jika biaya pencatatan nikah dijadikan kambing hitam untuk melegitimasi atau sekedar alasan melakukan nikah siri. Sebab pada kenyataannya yang melakukan nikah siri lebih banyak dari orang yang mempunyai kelebihan dalam finansial.  Kebanyakan nikah siri terjadi karena terbentur masalah. Bisa akibat ketidaktahuan terhadap aturan negara dan atau keinginpraktisan pelaku yang tidak mau melakukan pengurusan administrasi yang biasanya bersifat birokratif. Atau ada juga yang terpaksa melakukan nikah siri karena terbentur Undang-undang tentang poligami atau semisalnya.  Sekali lagi janganlah kita memojokkan satu pihak yang padahal telah melakukan tugas mulia yang berimplikasi dunia akhirat. Jika toh kita melihat kekurangannya dan mempunyai saran untuk memperbaikinya, berikanlah masukan dan kritikan dengan cara yang baik dan berimbang. Janganlah kita men-genelarisir satu titik masalah menjadi sebuah kesalahan general. Apalagi sampai kita bersuudzon seperti yang dilakukan Lamsijan, karena khawatirnya suudzon itu dapat menimbulkan fitnah, padahal fitnah merupakan perbuatan yang keji yang implikasinya bisa lebih keji dari pembunuhan. Alangkah mulianya jika Lamsijan dapat berhusnudzon kepada tetua kampung atau orang-orang yang melakukan poligami dan nikah siri, bahwa mereka melakukan hal-hal demikian didasari oleh ilat-ilat yang dibenarkan oleh syara’ tidak bertentangan dengan agama. Toh pada akhirnya kerugian akan dirasakan oleh mereka sendiri, apalagi jika diberlakukannya RUU nikah siri tentunya menjadi jelas aturan hukumnya.  Yang perlu Lamsijan lakukan adalah terus menerus mendalami dan memahami Agama Islam secara Kaffah dan jika ada yang tidak tahu atau kurang faham tanyalah pada ahlinya.
Kembali kepada niatan Lamsijan mempersunting Siti Markonah, sekali lagi saya katakan, “mending nikah resmi bae jeh !!!”  Karena Lamsijan bisa melakukannya. Lamsijan tinggal datang ke KUA bicara kepada pak Naib, tentunya pak Naib akan bijaksana memberikan solusi yang terbaik. Insya Allah.
*) Penyuluh Agama Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cirebon.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1974

TENTANG

P E R K A W I N A N


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IVIMPR 1 1973.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik lndonesia.

M E M U T U S K A N :
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN

BAB I
DASAR PERKAWINAN

Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2
  1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
  2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 3
  1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
  2. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak- pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
  1. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalani Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib rnengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
  2. Pengadilan dimaksud dalani ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
  1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
  2. isteri mendapat eacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 5
  1. Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
  2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
  3. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
  1. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
  2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
  3. Dalam hal salah seorang dari kedua orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal duriia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
  5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2),(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
  6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7
  1. Perkawinan hanya diizinkanjika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
  2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
  3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
  1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
  2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
  3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
  4. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
  5. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suamiberisterilebih dari seorang;
  6. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan oranglain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 11
  1. Bagi seorangwanitayangputus perkawinannya berlakujangka waktu tunggu.
  2. Tenggang waktujangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lehih lanjut.
Pasal 12
Tata cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.


BA B III
PENCEGARAN PERKAWINAN

Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
  1. Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
  2. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
Pasal 15
Barangsiapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 16
  1. Pejabatyangditunjukberkewajibanmencegahberlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi.
  2. Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
  1. Pencegahan perkawinari diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan.
  2. Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenni permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 18

Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.

Pasal 19

Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.

Pasal 20

Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

Pasal 21
  1. Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
  2. Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya.
  3. Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pancatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut di atas.
  4. Pengadilanakanmemeriksaperkaranyadenganacara singkat dan akanmemberikanketetapan, apakahiaakanmenguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.
  5. Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.

BAB IV
BATALNYA PERKAWINAN

Pasal 22

Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 23

Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
  1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri;
  2. Suami atau isteri;
  3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
  4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang- undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Pasal 24

Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 25

Pormohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri.

Pasal 26
  1. Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
  2. Hak untuk membatalkan olch suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pdsal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27
  1. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
  2. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
  3. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isten, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Pasal 28
  1. Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
  2. Keputusan tidak berlaku surut terhadap :
  1. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
  2. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
  3. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN

Pasal 29
  1. Pada waktu atau sebelum pelrkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapatmengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
  2. Perjanjiantersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
  3. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
  4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31
  1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
  2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
  3. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
  1. Suami isteri harus mempunyai tempest kediaman yang tetap.
  2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama.
Pasal 33

Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34
  1. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
  2. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
  3. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

Pasal 35
  1. Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
  2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
  1. Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
  2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukurn mengenai harta bendanya.
Pasal 37

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.


BAB IX
KEDUDUKAN ANAK

Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Pasal 43
  1. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
  2. Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
  1. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
  2. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.

BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

Pasal 45
  1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
  2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Pasal 46
  1. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
  2. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 47
  1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
  2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.
Pasal 48

Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapanbelas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

Pasal 49
  1. Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
  1. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
  2. la berkelakuan buruk sekali.
  1. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaankepada anak tersebut.

BAB XI
PERWALIAN

Pasal 50
  1. Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali.
  2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Pasal 51
  1. Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi.
  2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari kcluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
  3. Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
  4. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu.
  5. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga pasal 48 Undang-undang ini.

Pasal 53
  1. Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang ini.
  2. Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54

Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.

BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pertama
Bagian Kesatu
Pembuktian asal usul anak
Pasal 55
  1. Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
  2. Bila akte kelahiran tersebut dalam ayat (l) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
  3. Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan di luar Indonesia.
Pasal 56
  1. Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut, hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan, bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
  2. Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.

Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran.
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia

Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.

Pasal 59
  1. Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusannya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun hukum perdata.
  2. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-undang Perkawinan ini.
Pasal 60
  1. Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
  2. Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
  3. Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas perniintaan yang berkepentingan Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
  4. Jika pengadilan memutuskan hahwa penolakan tidak beralasan maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3)
  5. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan.
Pasal 61
  1. Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
  2. Barangsiapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam pasal 60 ayat (4) Undang- undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama- lamanya 1 (shtu) bulan.
  3. Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-undang ini.

 Bagian Keempat
Pengadilan

Pasal 63
  1. Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah :
  1. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam.
  2. Pengadilan Umum bagi lainnya.
(2) Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.

Pasal 65
  1. Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut :
  1. Suami wajib members jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya.
  2. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau berikutnya itu terjadi.
  3. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
  1. Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.'1933 No. 4), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 67
  1. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang pelaksanaannya, secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  2. Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan, diatur libel lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.