SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI KUA BEBER CIREBON .....

Kamis, 08 Maret 2012

HADIST KE- 9 : MENGAMBIL YANG MUDAH DAN TIDAK MEMPERSULIT DIRI


“ Dari Abu Hurairah r.a Abdurrahman bin Shakhr berkata: Saya Mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apa yang saya larang atas kalian, maka jauhilah; dan apa yang saya perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlahsemampu kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

A.    Kedudukan Hadist
Hadist ini merupakan kaidah Islam yang penting, bukti kemampuan Rasulullah untuk mengungkapkan maksud dengan singkat tapi padat, terangkum di dalamnya hukum yang tidak terhitung (Imam Nawawi: Syarah Muslim)
B.    Sebab Munculnya Hadist
Pertanyaan dari Al-Aqra’ bin Habis r.a tentang apakah ibadah haji harus dilakukan setiap tahun atau tidak.
C.    Pemahaman Hadist

Apa yang saya larang atas kalian, maka jauhilah; dan apa yang saya perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian ...

1.     Apa yang saya larang maka jauhilah
a.     Larangan Haram
Contohnya: Larangan Zina, Minum Arak, Memakan Riba dsb
Larangan-larangan ini harus ditinggalkan sekaligus, secara global dan terperinci, tidak diperbolehkan bagi mukallaf untuk melakukannya kecuali dalam keadaan darurat dengan tetap berpegang teguh  kepeda ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dijelaskan oleh syari’at yang kokoh.
b.    Larangan Makruh
Contoh: makan bawang putih &merah dalam keadaan mentah ketika akan shalat di masjid.
Semua larangan ini boleh dikerjakan baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dalam keadaan terpaksa atau tidak, walaupun yang paling layak bagi kaum muslimin adalah meninggalkannya sesuai dengan kemampuan.
2.     Darurat membolehkan yang dilarang
Contoh: makan bangkai
Batasan darurat disini yaitu dengan kondisi yang menyebabkan seseorang terjerumus dalam bahaya yang dapat mengakibatkan kematian, atau kehilangan salah satu anggota tubuhnya, atau bertambah sakitnya atau yang semisalnya yang bisa menghilangkan kemaslahatan hidupnya, atau menyebabkan terperosok dalam kesusahan dan kesempitan yang dia tidak mampu menanggungnya. (Al-Baqarah: 173)
3.     Komitmen Dengan Perintah (Pembagian Perintah dan Komitmen dengan yang diperintahkan)
a.     Perintah Wajib
Tidak dibenarkan bagi mukallaf untuk meninggalkannya kecuali jikahilang darinya sebagian syarat dan sebab-sebabnya atau terdapat halangan yang menghalanginya, atau ada kekhawatiran akan menyeret pelakunya ke dalam kesempitan dan kesusahan.
b.    Perintah Sunnah
Terhadap perintah-perintah ini seharusnya seorang muslim mengerjakan dan komitmen dengannya walaupun boleh meninggalkan sebagianmaupun semuanya, baik ketika terpenuhi syaratnya maupun tidak, beik ketika mendapat kesulitan maupun tidak. Tapi tidak mendapat siksa dan dosa ketika meninggalkannya kecuali celaan dan teguran.
4.     Kesulitan akanmendatangkan kemudahan (Al-Hajj : 78
Contoh: dimaafkan najis yang susah untuk dihindari seperti darah luka, bisul, tanah jalanan, transaksi menggunakan WC dll (biasa disebut dengan Rukhsah)
a.     Kesusahan yang merupakan konsekwensi kewajiban, maka tidak menggugurkan/meringankan kewajiban.
b.    Kesusahan yang luar biasa dan tidak ada dalam kondisi pada umumnya
Tingkatan pertama: Menyeret mukallaf kepada kesulitan dan kesempitan yang ringan, seperti bepergian dekat, sakit yang ringan,dan hilangnyakeuntungan materi. Kesusahan seperti ini dapat diabaikan, lebih utama melaksanakan kewajiban.
Tingkatan kedua : kesusahan yang melewati batas, yang mengancam keselamatan jiwa, hartadan kehormatan. Maka kesulitan seperti ini dapat diperhitungkan dalam agama.
5.     Yang Mudah Tidak Gugur dengan yang Susah
Contoh: bila ada air sedikit untuk berwudlu maka gunakanlah, baru sisanyadengan tayamum; apabila orang haid yang berhenti haidnya di saat siang hari maka tetap diutamakan untuk menahan diri hingga waktu berbuka, meskipun tetap wajib untuk mengqada.
Adanya halangan atau kesulitan dalam melaksanakan sebagian kewajiban tidak menggugurkan seluruh kewajiban. Tetap wajb mengerjakan yang mudah baginya. (Al-Baqarah: 286)
6.     Ketat dalam meninggalkan yang dilarang dan mencabut semua akar kerusakan.
Contoh: Rajin berpuasa tapi tetap memakan riba, telah berhaji & suka berzakat tetapi menampakkan aurat dengan alasan mode.
Asal dalam ibadah adalah meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah, Ibadah belum tentu dapat menyelamatkan ketika tidak meninggalkan larangan-larangan Allah.
7.     Meninggalkan kerusakan lebih didahulukan dibandingkan mendatangkan maslahat
Contoh: tidak menjual anggur pada pembuat khamr meskipun mendapat bayaran yang besar.
Lebih mendahulukan dalam menolak kemudharatan karena mudharat lebih cepat penyebarannya di kalangan manusia sebagaimana api membakar rumput kering. Suatu tindakan yang sangat bijaksana dan tegas adalah menghindar agar tidak terjadi kemudharatan meskipun konsekuensina adalah hilangnya atau terlambatnya kemaslahatan. Namun demikian mudharatyang kecil sekali kemungkinannya terjadi tidak diperhitungkan.


“ ... Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.”

Yang menyebabkan kehancuran umat adalah:
1.      Banyak bertanya
a.     Larangan bertanya
Para Sahabat dilarang untuk banyak bertanya karena dikhawatirkan akan memperberat kewajiban dan menutup jalan dari terjadinya mengada-ada, mempersulit dan memberat-beratkan diri serta sibuk dengan yang tidak ada gunanya. (Al-Maaidah : 101).
Hal ini berlaku bagi sahabat yangbermukimbersama Rasulullah SAW, sedangkan bagi pengunjung diperkenankan untuk bertanya sebgai bekal karena mereka tidak dapat mendapatkan ilmu setiap saat merek inginkan. Karenanya orang-orang badui lebih memilih datang sebagai pengunjung dibandingkan harus bermukim, agar dapat bertanya. Namun para sahabat menyambutnya dengan gembira karena sesungguhnya mereka juga ingin menanyakan hal yang kebanyakan sama dengan pertanyaan orang badui yang cerdas.
b.    Bertanya dan Hukumnya
1)     Pertanyaan yang diperintahkan memiliki beberapa tingkatan
a)     Fardlu ‘Ain atas setiap muslim (An-Nahl : 43), dalam kondisi ini tidak diperbolehkan untuk seorangpun tidak bertanya.
b)    Fardlu Kifayah, tidak wajib bagi seluruh muslim namun hanya sebagian dari mereka. (At-Taubah: 122)
c)     Sunnah, dianjurkan bagi kaum muslimin untuk bertanya tentang amalan-amalan atau ibadah-ibadah untuk melengkapi ibadah wajib.
2)     Pertanyaan yang dilarang dan tingkatannya
a)     Haram
(1)   Haram Bertanya tentang perkara-perkara yang disembunyikan Allah SWT
(2)   Bertanya dengan niat main-main, mengada-ada atau memperolok-olok.
(3)   Bertanya tentang mukjizat dan perkara-perkara luar biasa untuk menentang, menyudutkan, melemahkan dan membuat orang bingung.
(4)   Bertanya tentang masalah yang tidak ada dalam kenyataan (Ghaluthat)
b)    Makruh
(1)   Bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu, jawabannya bukan merupakan sesuatu yang dapat diamalkan bahkan jawabannya terkandung hal yang menyulitkan bagi penanya.
(2)   Bertanya tentang sesuatu yang dibiarkan oleh syariat dan tidak dijelaskan halal dan haramnya. Menurut Imam Nawawi Larangan bertanya hanya berlaku pada zaman Rasulullah SAW, sedang ketika syariat telah sempurna dan tidak mungkin ada tambahan lagi, maka gugrlah larangan seiring hilangnya sebab. Karena tidak ada wahyu lagi setelah wafatnya Rasulullah SAW.
c)     Mubah, ketika mendapati masalah dan menanyakannya pada orang yang berilmu.
3)     Sibuk bertanya untuk memahami dan mengamalkannya
Jika yang disabdakan berupa kabar ilmiah tentang hakikat sesuatu, maka membenarkan dan meyakini. Dan jika yang disabdakan menuntut adanya suatu tindakan, maka harus mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengerjakan perintah semampunya danmeninggalkan larangan.
4)     Bertanya tentang Sesuatu yang Belum Terjadi
Banyak sahabat da para ulama yang tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu yang belum terjadi, dan mengutamakan sesuatu yan telah terjadi. Walaupun mereka pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal tersebut, namun pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan yang akan mereka lakukan.
2.     Berselisih dan Berdebat
a.     Taat dan Mengerjakan Perintah adalah jalan keselamatan
Rasulullah mewanti-wanti agar tidak menempuh jalan kaum terdahulu dari orang-rang yang bersikap ragu-ragu dan bermaksiat sehingga mereka berhak menerima adzab atau mendapat kewajiban yang sangat memberatkan dan membelenggu diri mereka. (al-maaidah: 24-26, An-Nisaa : 160, An Nur : 51-52) doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang hal ini Q.S Al-Baqarah: 285-286)
b.    Ancaman atasa perselisihan dan perintah untuk bersatu dan bersepakat
Allah dan Rasul Nya telah memperingatkan dengan peringatan yang keras agar umatnya tidak berselisih danmenyebabkan umat terpecah belah kedalam kelompok atau golongan yang saling menghujat dan memerangi satu dengan lainnya, sibuk dengan dirinya masing-masing dan meninggalkan yang seharusnya mereka lakukan, yaitu memerangi musuh. (Ali imran : 105)
c.     Balasan bagi orang yang meninggalkan jama’ah
Rasulullah bersabda : “barangsiapa yang meninggalkan ketaatan dan keluar dari jama’ah, maka dia mati dalam kedaaan jahiliyah”. (Riwayat Muslim); (An-Nisaa : 115)
d.    Berpegang dengan Syariat Allah adalah jalan menuju persatuan. (Ali Imran : 103)
e.     Berselisih dalam agama
Sebab-sebab terbesar yang memecah belah umat dan mencerai-beraikan persatuannya adalah terbukanya pintu-pintu perdebatan dan berbantah-bantahan dalamilmu dan agama; (Asy Syura : 13). Kehancuran yang sehancur-hancurnya adalah berselisih dalam urusan agama demi kepentingan pribadi, pemenuhan nafsu, penolakan dan kedurhakaan; Al-An’am: 159). Adapun perselisihan yang  timbul karena memahami dalil, berlandaskan kepada dasar syari’at, maka perselisihan ini tidak termasuk kepada yang dilarang. Karena perbedaan dalam Furu’ dan bukan pada Ushul bukan perbedaan yang akan menyebabkan timbulnya firqah (aliran) dan perpecahan dalam barisan kaum muslimin.
D.    Hikmah dari Sebab turunnya Hadist
Ibadah Haji dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu

Sumber : Di rangkum dari Kitab Al- Wafi